本ブログは主に日本文化について説かれています。どうぞ御気軽にコメントや質問などをお書きになってください。 Blog ini membahas berbagai macam sendi kebudayaan Jepang sebagai salah satu kebudayaan dunia yang menarik untuk dikaji bersama.

自己紹介

自分の写真
Full-time Lecturer Department of Japanese Studies Airlangga University, Indonesia. Curently as a Research Student at Graduate School of Arts and Letters Tohoku University, Japan. Also Visit: http://pujopurnomo.multiply.com/

2007年4月13日金曜日

NASIONALISME BANGSA JEPANG DAN SEMANGAT BUSHIDO

Nasionalisme Bangsa Jepang dan Semangat Bushido
日本人のナショナリズムと武士道の精神

Antonius R. Pujo Purnomo, M.A.
Universitas Airlangga

要旨
愛国心とナショナリズムは双子のようである。現在、国際化の進歩と共に時代の流れも過ぎてゆく。愛国心とナショナリズムも時代の流れと共に変わっていく。では、現在の日本人は自分の国に対する愛国心はどのように考えているのか、どのように表現するのか?本論文では、様々な意見を取り上げ、先行研究として述べている。本論文の目的は現代(戦後)日本人における愛国心と戦前の日本人が守っていた愛国心を比較しながら検討してみたい。そのほかの目的は現在の日本社会の道徳価値観をもう一度反映してみたいと思う。さらに、最近政府側は国民の国粋を形成するには武士道の道徳概念を再び掘り出すという傾向がよくみられる。日本人とナショナリズムと武士道の精神がどのように結びついているのか検討してみたい 。

Pendahuluan
Rasa kebangsaan (nationalism) dan cinta tanah air (patriotism) ibarat dua anak kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kedua hal tersebut erat kaitannya dengan perasaan senasib yang dimiliki oleh suatu kumpulan masyarakat (society) pada suatu tempat. Menurut Benedict Anderson, perasaan seperti ini menjadi sesuatu yang imagined, artinya orang-orang tersebutlah yang mendifinisikan mereka sendiri sebagai warga suatu bangsa, meski tidak pernah saling mengenal, bertemu atau bahkan mendengar. Namun dalam suatu pikiran mereka hidup suatu image mengenai kesatuan bersama. Pikiran atau perasaan seperti itulah yang seringkali kemudian menimbulkan adanya pengorbanan jiwa dan raga dari anggota masyarakat tersebut bagi bangsa dan negaranya (Benedict, 2001).
Bangsa Jepang adalah sebuah bangsa yang homogen. Karena itu sebuah perasaan kebangsaan dapat dengan mudah tercipta. Sepanjang ribuan tahun sejarahnya, bangsa Jepang dapat tunduk di bawah suatu komando, yaitu kekaisaran Jepang. Memang, di Zaman Feodal (1200-1600) banyak terjadi kekacauan di seluruh penjuru negeri akibat perebutan kekuasaan oleh kelas prajurit. Namun, sebenarnya kedudukan Kaisar sebagai pemersatu negeri tetap tidak tergoyahkan hingga kini.
Persoalan nasionalisme dan patriotisme di Jepang sebenarnya bukan merupakan hal baru. Persoalan ini timbul tenggelam terbawa arus zaman yang terus berubah. Dewasa ini, seiring dengan globalisasi dunia yang mengakibatkan batas-batas antar negara sudah hampir tidak kelihatan lagi, muncullah kekhawatiran kalangan-kalangan tertentu di Jepang mengenai jati diri bangsa. Persoalan jati diri atau identitas nasional ini terus menyeruak masuk ke dalam kepala para pemegang kendali pemerintahan Jepang.

Perumusan Masalah
Makalah ini hanya berupa tinjauan terhadap suatu masalah yang sedang terjadi di Jepang dewasa ini, yaitu persoalan nasionalisme atau national identity bangsa Jepang. Perasaan kebangsaan yang erat sekali dengan jati diri suatu bangsa. Kemudian, saya mencoba untuk menghubungkannya dengan kecenderungan beberapa kalangan masyarakat Jepang dan pemerintahan yang mencoba menggali kembali nilai-nilai masa lalu Jepang, diantaranya adalah etika bushido yang berlaku di zaman feodal. Menurut pengamatan saya akhir-akhir ini nilai-nilai etika feudal tersebut banyak yang disisipkan dalam berbagai hal, diantaranya adalah tayangan-tayangan film dan drama di TV, kisah cerita di novel, ataupun pembahasan-pembahasan secara ilmiah baik di mass media maupun di lingkungan pendidikan. Apakah fenomena tersebut ada hubungannya dengan upaya pembangkitan kembali rasa kebangsaan bangsa Jepang? Dalam makalah ini akan meninjau berbagai masalah tersebut secara singkat.

Pembahasan
Nasionalisme Jepang Dewasa Ini
Seorang Analis Hubungan Internasional; Okazaki Hisahiko menuliskan bahwa, “Nasionalisme adalah sebuah perasaan dasar manusia, yang akan timbul dengan sendirinya (Chuo Koron, September 2004)”. Tentu saja hal tersebut tidak salah. Namun perasaan kebangsaan (nasionalisme) atau perasaan cinta tanah air apa yang dimiliki oleh bangsa Jepang saat ini? Kayama Rika; seorang analisis sosial memberikan komentar tentang tingkah laku para remaja Jepang akhir-akhir ini. Ia mengatakan bahwa, tingkah laku para remaja Jepang dengan menggambar bendera Hinomaru di pipi kiri-kanannya saat mendukung Kesebelasan Jepang dalam Piala Dunia 2002, kemudian menuliskan berbagai komentar di blogger atau sarana internet lainnya tentang kecintaannya hidup di Jepang dan kegiatan-kegiatan kecil lainnya adalah juga merupakan salah satu bentuk nasionalisme masyarakat Jepang dewasa ini. Sang penulis kemudian memberikan istilah terhadap hal tersebut sebagai “Petite Nationalism” atau nasionalisme kecil (Kayama, 2002). Namun apakah hanya itu bentuk nasioanalisme Jepang dewasa ini? Sang penulis lebih lanjut mengatakan bahwa para remaja Jepang dewasa ini, karena begitu banyak permasalahan yang kompleks, maka mereka cenderung individualis, acuh tak acuh dan agak sinis dengan kondisi lingkungannya. Tingkah mereka tersebut tidak ada hubungannya dengan sikap-sikap politik misalnya sayap kiri yang sosialis ataupun sayap kanan yang nasionalis. Kayama menyatakan bahwa tingkah laku mereka tersebut hanya sebatas permasalahan kejiwaan belaka. Namun, menyikapi hal ini, Takahara Motoaki; seorang pengamat sosial Jepang lainnya mengatakan bahwa meskipun kelakuan para remaja dewasa ini yang sering memberikan komentar-komentar pribadi di blogger atau sarana internet lainnya tentang hubungan negara mereka dengan negara lain (dalam hal ini adalah hubungan Jepang-Cina-Korea) yang tidak stabil akhir-akhir ini bukan termasuk sikap politik yang serius, namun pendapat mereka sudah dapat digolongkan ke dalam sikap politik, entah itu sikap politik golongan kiri atau kanan (Takahara, 2006). Sikap mereka tersebut cenderung tidak stabil karena ditentukan oleh banyak kondisi, diantaranya oleh masalah-masalah sosial di lingkungannya, atau minat mereka karena masalah-masalah tersebut sedang ramai dibicarakan. Hal inilah yang menyebabkan sang penulis menyebutnya dengan Fuan-gata Nashonarizumu Jidai atau Zaman Nasionalisme yang Tidak Stabil.

Bentuk-bentuk Nasionalisme Jepang Masa Lalu
Pada Zaman Feodal (1200-1868), rasa kebangsaan atau nasionalisme masyarakat Jepang terbagi menjadi dua. Pertama, perasaan kebangsaan pada wilayah tempat ia tinggal (negara bagian) yang dikuasai langsung oleh tuan-tuan tanah mereka (daimyo), dan perasaan kebangsaan sebagai bangsa Jepang yang dipersatukan oleh keluarga kekaisaran atau penguasa militer (bakufu). Namun, bagi para prajurit yang mengabdi langsung pada tuan mereka di wilayah-wilayah daerah, darma bakti atau kesetiaan tertinggi mereka ditujukan kepada sang tuan yang mempekerjakan mereka. Hal inilah yang seringkali mengakibatkan kontradiksi pengabdian mereka, yang kebanyakan berakhir dengan tragis, seperti dalam kisah-kisah di Zaman Feodal diantaranya adalah Kisah 47 Ronin, yang mengakibatkan mereka harus menjalani hukuman seppuku (membinasakan diri) oleh bakufu setelah melakukan pembalasan dendam atas kematian tuan mereka.
Memasuki Zaman Meiji, dimana pemerintahan pusat dikembalikan kepada kaisar, maka pemerintahan pun dapat mengendalikan rasa kebangsaan penduduknya. Pada zaman ini hingga berakhirnya perang dunia kedua, segenap masyarakat Jepang mempunyai hak yang sama dalam urusan bela negara. Namun, karena kebanyakan pemegang kendali pemerintahan Meiji, Taisho, dan Showa berasal dari keturunan golongan prajurit (bushi) pada Zaman Feodal, akibatnya nilai-nilai bushido pun turut diterapkan dalam semua lini kehidupan masyarakat Jepang, terutama di bidang pendidikan dan militer. Diantara nilai-nilai bushido yang diterapkan tersebut adalah sikap rela mati untuk keagungan Kaisar yang berlaku sebagai kepala pemerintahan yang sekaligus keturunan dewa tersebut. Pengendalian sikap politik penduduk Jepang oleh golongan militer pada masa perang Cina-Jepang dan Perang Asia Raya menimbulkan dampak negative bagi sebagian besar penduduk Jepang sendiri, yakni terampasnya hak-hak individual untuk menenentukan nasibnya sendiri. Namun, tentu saja tidak semua nilai-nilai bushido yang diterapkan dalam setiap sendi masyarakat Jepang berakibat buruk. Banyak juga hal-hal positif yang dapat ditimbulkan. Diantaranya adalah sikap kesetiaan, baik pada keluarga, perusahaan, maupun pemerintah. Sikap disiplin dan kerja keras yang dimiliki oleh hampir semua masyarakat Jepang adalah juga merupakan contoh yang baik.
Berakhirnya perang dunia kedua dengan kekalahan Jepang yang memilukan pada tahun 1945 telah memberikan pelajaran berharga bagi pemerintahan Jepang agar semakin berlaku arif dan bijaksana baik dalam memperlakukan warga negaranya maupun dalam menjalin hubungannya dengan luar negeri. Dengan bimbingan dari pasukan pendudukan sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat, bangsa Jepang mulai menata kembali kehidupannya. Pasal 9 Konstitusi Jepang 1947 menegaskan bahwa Jepang tidak lagi akan memiliki pasukan perang. Suatu langkah penting dalam turut serta menjaga perdamaian dunia. Untuk selanjutnya urusan pertahanan keamanan Jepang akan dibantu oleh Amerika Serikat sebagai negara sekutunya. Namun, karena perkembangan politik di kawasan Asia Timur yang terus bergejolak, terutama saat terjadinya perang di semenanjung Korea pada tahun 1950-1953, maka pemerintah Jepang dengan seijin pasukan pendudukan sekutu, membentuk pasukan bela diri Jepang (Jiettai). Jiettai inilah yang kemungkinan besar di kemudian hari akan menjadi cikal bakal terbentuknya tentara nasional Jepang bila amandemen konstitusi dilakukan. Pada masa pasca perang ini (1945-1955) Jepang mengalami masa baby boom pertama dimana angka kelahiran bayi meningkat tajam. Baby boom kedua terjadi pada rentang tahun 1975-1980 saat perekonomian Jepang tumbuh pesat.
Perkembangan rasa kebangsaan masyarakat Jepang di tahun 1960-1970 dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya adalah banyaknya anak-anak yang lahir saat baby boom kini telah mencapai usia dewasa. Pada era tahun 1960 an banyak diantaranya sedang mengenyam pendidikan di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Kekritisan mereka terhadap pemerintahan memicu banyak terjadinya demonstrasi menentang kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Diantaranya adalah penentangan terhadap perpanjangan perjanjian pertahanan keamanan antara Jepang dan Amerika. Rasa kebangsaan mereka timbul sepenuhnya karena kepedulian terhadap masa depan bangsa dan negaranya. Pada masa-masa selanjutnya pembangunan perekonomian Jepang mengalami masa keemasannya hingga awal tahun 1990 an. Pada masa-masa ini sebagian besar masyarakat Jepang yang bekerja di sektor bisnis dan jasa berlomba-lomba mencari keuntungan ekonomi dari perdagangannya dengan luar negeri. Pada masa ini bisa dikatakan bahwa nasionalisme bangsa Jepang lebih cenderung karena factor kepentingan ekonomi. Di lain pihak, pada masa tahun 1975-1980 an adalah masa baby boom kedua, dimana karena tingkat perekonomian penduduk rata-rata yang tinggi menyebabkan mereka tanpa kesulitan yang berarti dapat memelihara anak-anak mereka dengan baik. Anak-anak yang mendapatkan banyak kesenangan di masa kecilnya inilah yang selanjutnya hidup sebagai manusia-manusia dewasa berusia 20-25 tahunan pada masa kini. Seiring dengan krisis perekonomian yang terjadi pada paruh akhir tahun 1990, para remaja dewasa ini menjadi remaja yang pesimistis dan acuh tak acuh terhadap masa depan mereka sendiri, apalagi masa depan bangsanya.

Penggalian Kembali Ide Moralitas Bushido
Tidak dipungkiri bahwa keadaan perekonomian Jepang yang masih belum meunjukkan peningkatan yang berarti dalam satu dasawarsa terakhir ini, serta menurunnya kualitas sumber daya manusia dan berbagai kejadian social yang meresahkan di masyarakat menimbulkan persoalan besar bagi pemerintah. Berbagai agama baru terbentuk di kalangan masyarakat dengan menawarkan berbagai macam kiat untuk mencapai ketenangan spiritual bagi para pemeluknya. Namun sebagian diantaranya malah menimbulkan masalah baru dalam masyarakat, seperti: Aum Shinri-kyo yang menyebarkan gas beracun pada tahun 1990 an.
Pemerintah dan beberapa kalangan masyarakat yang turut peduli terhadap degradasi moral masyarakat ini terus berupaya untuk merumuskan formula yang tepat agar masyarakat Jepang kembali bangkit dari keterpurukan moral tersebut. Diantaranya adalah rencana reformasi di bidang pendidikan agar daya saing dan sumber daya manusia Jepang dapat ditingkatkan. Ide-ide moralitas bushido sebelum jaman perang secara tersembunyi juga sedang dipersiapkan. Upaya-upaya untuk membangkitkan kenangan terhadap nilai-nilai patriotisme bangsa Jepang terus digulirkan terutama oleh golongan kanan Jepang. Penayangan Drama-drama yang bertemakan kehidupan samurai di Zaman Feodal oleh NHK (Televisi pemerintah), dukungan terhadap pembentukan pasukan perang Jepang, penggagalan upaya pembicaraan tentang kaisar wanita, kunjungan ke Kuil Yasukuni oleh pemimpin pemerintahan adalah beberapa contoh upaya untuk mengembalikan rasa kebangsaan dan patriotisme bangsa Jepang. Terlepas dari kontroversi apakah cara-cara tersebut akan efektif atau tidak bagi perkembangan bangsa Jepang sendiri, namun perlu dicatat disini bahwa baik pemerintah maupun masyarakat Jepang sendiri bertanggung jawab atas masa depan bangsanya.
Ide untuk mengembangkan semangat Bushido pada zaman modern seperti ini tidak sepenuhnya buruk. Memang, hakekat sebenarnya dari Bushido; Jalan Prajurit adalah untuk mati seperti yang tercantum dalam Hagakure—“bushi taru mono wa shinu koto mitsuketari”. Namun, makna sesungguhnya yang dapat dipetik dari kalimat tersebut adalah anugerah hidup ini hendaknya dijalani dengan sungguh-sungguh. Bekerja keras hingga berhasil adalah cita-cita luhur dari setiap manusia. Untuk meraih hal tersebut diperlukan kerja keras dan disiplin yang tinggi. Bagi para samurai, kematian dalam rangka mewujudkan kesetiaan tertinggi pada sang tuan adalah cita-cita tertinggi. Namun, bagi manusia Jepang dewasa ini kerja keras dalam rangka mewujudkan keberhasilan itulah cita-cita tertinggi. Sesungguhnya nilai-nilai seperti ini bukan hanya dimiliki oleh Bushido, namun nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang universal; yang juga terkandung di dalam setiap kebudayaan di dunia ini.

Kesimpulan
Bagi sebuah bangsa, baik pemerintah maupun masyarakatnya berkewajiban untuk memelihara dan mengembangkan formulasi rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang tepat bagi kelangsungan hidup bangsanya. Namun, tentu saja pengakuan atas hak yang sama atas individu maupun bangsa-bangsa lain harus tetap dijaga agar senantiasa dapat tercipta suasana harmoni dan damai di dunia.
Ide penggalian kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Bushido bagi pembentukan karakteristik bangsa Jepang serta untuk menumbuhkan kembali rasa kebangsaan dan cinta tanah air tidak bisa sepenuhnya dianggap ide buruk. Karena sesungguhnya setiap bangsa mempunyai ciri-ciri karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain. Mungkin bangsa Jepang lebih cocok dengan Bushido-nya, namun bagi bangsa lain yang mempunyai karakter berbeda juga harus bisa menerima perbedaan tersebut. Yang terpenting disini adalah saling menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan agar tercipta suatu kehidupan yang harmoni dan damai.

Referensi
Benedict Anderson. Imagined Communities, Insist 2001
香山リカ『プチナショナリズム症候群-若者たちの日本主義』中公公論新社 2002
高原基彰『不安型ナショナリズムの時代―日韓中のネット世代が悩みあう本当の理由』洋泉社 2006
『日本思想大系26・三河物語 葉隠』岩波書店 1976
「政府主導のナショナリズムほど危険な存在はない」中央公論2004年9月号

0 件のコメント: